Dua hari yang lalu, untuk pertama kalinya aku memegang jenazah. Jenazah siswaku, Aini, kelas 5 SD N 06 Ransi Dakan, Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang.
Tetua, pelayat, serta orang tua mengatakan padaku bahwa sebagai guru dari Aini, sebaiknya menutup matanya agar tertutup sempurna. Sejujurnya aku bingung, mengapa harus aku yang menutup matanya, Jawaban mereka, karena saat masa kritis dan sebelum kembali ke pangkuan Yang Maha Esa, Aini mencari gurunya.
Menurut keyakinan di sana, matanya tidak tertutup sempurna karena ada yang mau ditunggu sebelum dimakamkan. Orang tuanya tersedu-sedu dan meminta agar aku segera melakukannya. Akhirnya wajahnya dibuka. Kulihat dayak mungilku yang cerdas itu, terlihat sangat cantik. Kuberanikan memegang wajah dan menutup mata Aini tiga kali hingga tertutup sempurna.
Aku merasakan suhu wajahnya dingin. Air mataku sudah kering sejak aku tahu dia pergi Sabtu pagi, 6 Mei 2023. Namun aku belum bisa melayat. Hal tersebut dikarenakan aku bersama tim sangat tanggung “membuat tulisan” hasil ringkasan zoom atas TPP/Kespeg yang dihapus sepihak.
Tulisan itu dinantikan oleh banyak guru sebagai solusi dari mogoknya 12 kecamatan mengajar ke Sekolah. Saat tulisan di tanggal 6 Mei sudah selesai, aku tidak mampu mengejar untuk melayat karena pastinya akan kesorean. Rekan dari Ransi mengatakan bahwa, Dayak mungilku akan dimakamkan hari minggu setelah ibadah.
Kesedihan yang mendalam ini bersamaan dengan tanggungjawab sebagai manusia dalam membantu sesama perihal TPP/kespeg yang dihapus. Sebagai gurunya, aku
mengingat kembali semua masa indah bersama murid cerdas itu.
Wajah pucat, kaki bengkak dan tatapan sayu, dia bawa ke sekolah setiap hari. Sejak kelas 4, dia sudah menderita penyakit kebocoran jantung. Aku melarang dia ke sekolah agar bisa istirahat di rumah.
Namun, dia berkata, “aku mau belajar bu,” ungkapnya dengan nada polos.
Lalu aku jawab, nanti kamu malah sakit. Dengan mata berkaca-kaca, dia mengatakan “aku mau ke sekolah, karena ibu adalah guruku,
aku sayang ibu, aku mau lihat dan belajar dengan ibu,” katanya.
Aku temui orang tuanya, dan mereka mengatakan bahwa, dua Rumah Sakit sudah dikunjungi untuk berobat. Terkadang membaik dan kadang kurang stabil. Dokter mengatakan, dia bisa diobati di Jakarta. Namun karena kondisi ekonomi, orang tuanya tidak mampu membawanya. Aku berkomunikasi dengan ibu dokter yang aku kenal di jakarta. Beliau adalah dokter Rati, seorang dokter spesialis gigi. Dengan profesi dirinya sebagai dokter, aku berharap beliau bisa arahkan kami ke dokter yang bisa obati Aini.
Aku berencana menggunakan dana tunjangan khusus yang akan kuterima di semester 2 tahun 2022. Namun, bersama dengan 384 rekan guru di Kabupaten Sintang, kami mengalami masalah tidak cairnya tunjangan khusus guru. Sehingga aku menunda untuk membantu dia.
Dengan semangat, aku bersama tim dan semua guru yang terkena kasus tunjangan khusus yang mana tidak cair berusaha untuk memperjuangkan hak itu, dari bulan November 2022. Hingga akhirnya, 171 +10 SKTK (ASN) terbit pada Desember 2022. (Pagu anggaran datang ke dinas pendidikan Rp. 3.053.349.600,00).
Hal itu terjadi karena keterlambatan usulan penambahan dana tunjangan khusus ke pusat. Sehingga namaku dan teman-teman tidak terbit SKTKnya. Setelah perjuangan yang panjang, akhirnya Dirjen GTK membantu proses terbitnya
SKTK guru 3T itu. Sejujurnya aku menanti dana tunjangan khusus itu, agar bisa membawa Aini berobat
ke Jakarta. Namun, hingga ia pergi kemarin pagi. Dana itu belum cair. Dan Operator tunjangan khusus mengatakan, hari senin 08 Mei 2023, baru sana tersebut akan cair.
Namun semua sudah terlambat. Sabtu kemarin Aini pergi untuk selamanya. Reflek aku hubungi dan wa operator tunjangan khusus kabupaten Sintang dan mengatakan bahwa semua sudah terlambat. Aku tidak membutuhkan dana tunjangan khusus itu lagi.
Aku mengatakan kerena kelalaian mereka, aku tidak bisa bantu Aini berobat dan membeli susu. Takdir tidak dapat ditolak. Satu hal yang sangat kusesali, mengapa TPP/kespeg guru bersertifikasi dan bertunsus
dihapus tanpa undangan kepada guru yang jadi korban. Mengapa ragam diskusi dan audiensi banyak dilakukan setelah jadi Perbup. Semua kejadian itu akhirnya mengakibatkan guru di 12 kecamatan mogok kerja.
Andai saja ada diskusi lebih awal dengan guru sebelum Perbup terbit, mungkin ini tidak akan terjadi. Akupun tidak akan mogok bersama dengan kecamatan lain. Siswa yang seharusnya belajar di
sekolah, akhirnya belajar di rumah.
Seharusnya aku bisa ke sekolah dan ke rumahnya untuk menjenguk.
Ditambah lagi orang tuanya tidak bisa dihubungi, karena faktor sinyal. Akupun terlambat. Penyesalan mendalam tidak dapat ditolak. Ketika di masa sakit dia menyuruh ayahnya
mengantar pekerjaan rumah ke sekolah. Sementara aku mogok di rumah. Dua hari ayah Aini datang ke sekolah, Aku tidak berada ditempat. Saat libur lebaran itu, aku minta
tolong padanya untuk menyiram bunga sekolah, karena rumahnya dekat dengan sekolah.
Mama Aini mengatakan bahwa dia diajak untuk menyiram bunga. Karena mamanya sibuk. Akhirnya kakaknya yang membantu. Yang buat aku semakin sedih, adalah ketika ayahnya meminta aku menilai tugas
yang sudah dia kerjakan di depan jenazah. 3 buku tulis itu adalah tugas buku tema 8,9 dan matematika. Akupun menilai semua tugasnya dengan nilai 100. Semua yang dia kerjakan benar, karena dia anak cerdas yang bercita-cita menjadi dokter jantung.
Satu hal yang menyentuh dari buku yang dia tinggalkan adalah tulisan kata “jujur” disampul buku. Karena memang tiap hari aku mensugesti murid agar selalu jujur.
Dia juga merupakan murid berprestasi, hal tersebut dibuktikan dengan dirinya membawa SD N 06 Ransi Dakan menjadi finalis tingkat Nasional Kihajar STEM
(sains, teknologi, enginering dan matematika) yang dilaksanakan oleh Pustadin Kemdibudristek. Dia berada pada posisi cadangan. Alat peraga peredaran darah, pembuatan organ jantung dan paru kami ciptakan dengan dia.
Aku menghadap ke dinas pendidikan bahwa ada siswa yang berhasil membawa Sintang ke tingakat nasional. Kabid SD saat itu sangat senang dan akan memberitahu kepada kadis. Beliau mengatakan nanti akan dibicarakan dengan kadis tentang Aini yang berprestasi.
Namun sekarang dia sudah pergi, ungkapan terima kasih atas prestasi itu belum sempat dia dapat.
Sebagai guru, aku paham bahwa ketika sebuah prestasi terabai, rasanya sedih. Karena itulah aku membeli buku, pensil, dan peralatan sekolah sebagai hadiah kepada finalis STEM.
Ada 7 peserta, saat mengikuti kegiatan. Hanya 3 orang yang mendapatkan hadiah dari
Pusdatin Kemdikbudristek. Karena sekolah menambah 4 siswa cadangan dalam olimpiade itu, tetapi tidak mendapatkan hadiah. Maka dengan dana seadanya kami beri pada semua peserta.
Namun, saat pembagian hadiah, Aini sakit, sehingga hadiah itu masih di kantor kepala sekolah hingga saat ini. Penyesalan datang belakangan. Berharap tidak akan ada mogok lagi di masa depan. Tidak ada lagi sikap yang kurang menghargai guru. Sehingga polemik ini bisa dihindari.
Kepada muridku tersayang Aini. Maafkan ibu tidak berada disisimu saat sakit. Bahagialah di keabadiaan.
Maafkan ibu belum bisa menjadi guru yang baik. Mengasihimu. (Dikutip dari Julia Banurea, Guru Aini)