Jembrana – Berbagai persiapan telah dilakukan oleh pihak Pangempon, dan para Pemangku dalam rangka pelaksanaan persembahyangan bersama (atau Pujawali), di Pura Dangkahyangan Jati Jembrana.
I Ketut Suarjana, SE, MM mewakili Ketua Pengempon Pura Dangkahyangan Jati menjelaskan, seperti biasa dimana Pujawali di Pura Dangkahyangan Jati, digelar setiap 6 bulan sekali selama tiga hari, yakni di mulai sejak hari Senin Pon wuku Sinta, atau saat rahina Soma Ribek, hingga Rabu Kliwon wuku Sinta, atau nuju rahinan Pagerwesi, yang saat ini bertepatan dengan rahinan bulan Purnama Kawolu, yakni sejak tanggal 10 sampai dengan 12 Pebruari 2025.
Namun menjelang pelaksanaan Pujawali, berbagai persiapan telah dilakukan diantaranya, dimulai dari rapat pihak Pangempon dan Pekandel, untuk membentuk Panitia Pujawali. Setelah itu, Panitia Pujawali inilah yang selanjutnya akan menyiapkan segala sesuatunya, termasuk menyusun rangkaian (atau dudonan) Pujawali.
Sehari menjelang puncak Pujawali, terlebih digelar upacaya Butha Yadnya, yakni Pecaruan.
Seusai Pecaruan, Ida Bhatara katedunang kairing Ngebeji, dalam rangka menyucikan seluruh Pratima dan Pralingga, serta Piranti Piranti yang akan difungsikan saat Pujawali.
Keseokan harinya, tepat hari Senin Pon wuku Sinta, atau saat rahina Soma Ribek, hingga Rabu Kliwon wuku Sinta, barulah akan dilaksanakan ritual puncak Pujawali, yang akan dipimpin Ida Sulinggih (atau Pendeta). Untuk selanjutnya, selama tiga hari, atau hingga hari Rabu Kliwon wuku Sinta, akan digelar Puncak Pujawali di Pura Dangkahyangan Jati, diakhiri ritual Penyineban Pujawali diiringi pementasan tarian Tupeng Sidhakarya, dan Makenak Kenak, tepat pada pukul 00.00 Wita.
“Pura Dangkahyangan Jati, yang berlokasi di Desa Pengambengan Kecamatan Negara, Kabupaten Jembrana Provinsi Bali ini, adalah salah satu Pura Dangkahyangan Jagat di Bali, sehingga umat yang melakukan persembahyangan bukan saja umat yang ada di Bali, melainkan seluruh umat Hindu yang ada.
Pura Dangkahyangan Jati ini, dikenal tidak saja karena terletak pada arsitekturnya yang megah, tetapi juga pada rahasia niskala yang tersimpan di dalamnya.
“Selain keberadaan tujuh Palinggih di area Utama Mandala, juga terdapat empat pohon Teges (Jati) yang berukuran besar. Dimana, satu pohon jati yang ukurannya paling besar terdapat sumber mata air abadi yang selama ini digunakan oleh Pemangku untuk keperluan tirta”, imbuhnya.
Namun demikian, prosesi penyelenggaraan Pujawali tetap dilakukan secara sederhana di tingkat Madya, dengan upakara Banten Pulagembal, kecuali jatuhnya Pujawali bertepatan dengan hari bulan Purnama, baru akan dilaksanakan Pujawali di tingkat Utama.” jelas Ketut Suarjana.
Ditambahkannya, berkenaan karya pujawali kali ini, pihak Pangempon mengimbau bagi umat sedharma yang subakti pedek tangkil, agar tidak menggunakan plastik untuk tempat sokasi banten, canang sari, maupun ketika nunas tirta, termasuk tidak mengenakan pakaian yang tidak sopan. (!)