banner 728x250

Jro Mangku Suardana Soroti Lomba Ogoh-Ogoh Membuat Rancu Rangkaian Hari Raya Nyepi

Keterangan Foto : Jro Mangku Suardana Soroti Lomba Ogoh-Ogoh Membuat Rancu Rangkaian Hari Raya Nyepi
banner 120x600

Jembrana – Jro Mangku Suardana, pemangku Pura Tirtha Dangkahyangan Rambutsiwi, menyoroti dimana pelaksanaan lomba ogoh-ogoh yang akhir-akhir ini mulai dilombakan, dinilai membuat rangkaian pelaksanaan hari raya Nyepi justru menjadi rancu, bahkan melenceng dari tujuan sebenarnya.

Menurut Jro Mangku Suardana, sesungguhnya ogoh-ogoh ini tidak memiliki hubungan langsung dengan acara Hari Raya Nyepi. Namun, patung itu tetap boleh dibuat sebagai pelengkap kemeriahan upacara. Ogoh-ogoh mulai membudaya di Bali sejak tahun 1983. Ogoh-ogoh dibuat sebagai simbul wujud Bhuta Kala, yang kemudian dikaitkan dengan ritual Nyepi di Bali.

banner 728x250

“Bagi umat Hindu di Bali, ogoh-ogoh merupakan simbol keburukan, juga kebaikan sifat manusia serta hal positif dan negatif alam semesta (Rwa Bhineda). Setelah diarak, ogoh-ogoh wajib dimusnahkan atau dipralina dengan cara dibakar setelah prosesi Tawur Agung Kesanga, yaitu pada upacara mabhuwu-bhuwu saat Sandya Kala, yakni sehari sebelum umat Hindu melakukan Tapa Brata Panyepian”, jelasnya.

Lebih lanjut dipaparkan Jro Mangku Suardana, dengan mulainya budaya ogoh-ogoh ini dilombakan, justru berakibat menjadi melenceng dari tujuan sebenarnya. Sebab, dengan dilombakannya ogoh-ogoh, warga justru menjadi enggan untuk mempralina ogoh-ogohnya, mungkin atas suatu pertimbangan, karena mendapatkan juara, atau pertimbangan lain, sehingga ogoh-ogoh yang seharusnya dipralina, menjadi harus dipajang atau di simpan kembali.

Dalam hal ini, Jro Mangku Suardana mengajak umat, termasuk lembaga Adat, Majelis Adat, PHDI dan para tetua kita, bahkan Pemerintah, untuk mengkaji kembali tujuan dari upacara dan upakara yang sebenarnya.

Dalam ajaran Hindu Dharma, Bhuta Kala merupakan kekuatan, yakni (Bhu atau Bhuta) artinya ruang tak terbatas, ialah alam semesta, sedangkan (Kala) berarti waktu. Dari sini, maka ogoh-ogoh bisa dilambangkan angker, menyeramkan (makhluk-makhluk Neraka) atau cantik (sebagai makhluk Sorga), tergantung apakah kita bisa memanfaatkan atau tidaknya ruang dan waktu, atau dimensi ini.

Fungsi ogoh-ogoh adalah sebagai representasi Bhuta Kala yang dibuat menjelang Hari Raya Nyepi. Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu.

Kekuatan tersebut meliputi kekuatan Bhuana Agung (alam raya) dan Bhuana Alit (diri manusia). Dalam pandangan Tattwa (filsafat), kekuatan ini dapat mengantarkan makhluk hidup dan seluruh dunia menuju kebahagiaan atau kehancuran.

“Mungkin ini sepenuhnya tidak salah, tetapi keliru jika dihadapkan dengan dasar-dasar dari sastra yang ada. Sedari itu, setelah diarak ogoh-ogoh ini seyogyanya dibawa ke setra atau kuburan untuk dipralina dengan cara dibakar, terlepas dari dilombakan atau tidak, yang jelas bukan disimpan kembali di balai banjar, apalagi untuk didaur ulang”, tutup Jro Mangku Suardana. (!)

Loading

banner 728x250
banner 728x250

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

banner 728x250