Ekonomi Sumenep Melemah, Uang Sumenep Setelah di Bulldozer Lalu Disedot Pabrik

Pers Nasional

Keterangan Foto : Ekonomi Sumenep Melemah, Uang Sumenep Setelah di Bulldozer Lalu Disedot Pabrik

Kacau balaunya pengadaan barang/jasa di Sumenep dampak dari sejumlah kebijakan yang dinilai tidak lagi pro pada perekonomian masyarakat, berimbas melemahnya perekonomian Sumenep di tingkat menengah ke bawah, seperti yang terjadi pada tanggal 24 Juli 2023.

Perubahan skema pengadaan barang/jasa di Sumenep menjadi lebih banyak menggunakan barang pabrikasi daripada produk lokal, terutama yang paling mencolok adalah penggunaan atap baja ringan pabrikasi. Kontraktor di Sumenep mengeluhkan persyaratan yang harus dipenuhi, di mana tidak hanya barangnya harus dibeli dari pabrik, tetapi pekerjaan/pemasangannya juga harus dilakukan oleh aplikator dengan Sertifikat Aplikator dari Pabrik dan mendapat Sertifikat Jaminan Garansi Pabrik.

Ironisnya, untuk pekerjaan atap baja ringan di Kabupaten Sumenep, 99% mengarah pada satu merk, yaitu Mulcindo. TIM pekerja dari Mulcindo yang bekerja di Sumenep dipimpin oleh YR dengan kantor di desa Pabian.

Seorang aktivis anti korupsi di Kabupaten Sumenep, Rasyid Nadyien, membuka suara dan menyampaikan kepada Media Pers Nasional pada 24 Juli bahwa, “ini salah satu bentuk kejahatan terstruktur dalam pengadaan barang/jasa, di mana Mulcindo untuk tahun anggaran 2022 saja telah menggarap sekitar 103 paket di Kabupaten Sumenep.”

Rasyid menegaskan, “untuk jaminan garansi, tidak ada kaitannya dengan persyaratan dari pabrik. Dalam Permen PU No. 22/PRT/M/2018 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, dijelaskan dalam pasal 39 ayat 3 huruf c bahwa penyedia jasa/kontraktor yang bertanggung jawab atas kegagalan bangunan selama 10 tahun terhitung sejak tanggal penyerahan akhir layanan jasa konstruksi jika rencana umur konstruksi lebih dari 10 tahun.”

Aktivis yang berasal dari Lirboyo Kediri ini menegaskan, “persyaratan ini tampaknya dibuat agar kontraktor terikat, tidak dapat mengerjakan sendiri, dan tidak boleh memilih merk sendiri. Apakah ini bukan kejahatan jika terarah pada monopolisasi oleh satu orang? Bagaimana ekonomi Sumenep bisa terdongkrak jika uangnya disetor ke pabrik dan orang luar.”

Salah satu kontraktor yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kepada Media Pers Nasional, “kami harus membayar dulu dan menunggu antrian. Walaupun seluruh pekerjaan keramik, cat dinding, atau seluruh finishing bangunan selesai, kami tetap harus menunggu.”

“Sebenarnya jika kami bisa membeli sendiri sesuai spesifikasi tanpa memilih merk tertentu, dan melakukan pemasangan sendiri, maka untungnya lumayan dan bisa memberdayakan tukang di Sumenep. Namun, tidak ada pilihan selain melampirkan Sertifikat Aplikator dan Jaminan Garansi untuk mendapatkan pembayaran dari Dinas,” imbuhnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *